Dista Wahyu Prasetyo (21), mahasiswa Indonesia yang kuliah di Wuhan University of Technology, Hubei, Cina, telah kembali kumpul bersama keluarga tercintanya, Sabtu (15/2/2020) lalu. Tiba di rumah, di Kampung Blok Sawo, RT 001/06, No 25, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Dista disambut para kerabat dan tetangganya yang sejak pagi setia menanti kedatangannya. Dista tiba sekira pukul 18.55, didampingi kedua orangtuanya, Rahayu (56) dan Andi (50). Sebuah nasi tumpeng disiapkan di dalam rumah. Para tetangganya langsung mengucapkan syukur atas kondisi kesehatan Dista. "Kami WNI yang dievakuasi dari Wuhan dinyatakan sehat, tidak perlu skeptis tidak perlu takut. Indonesia akan selalu baik baik saja," kata Dista.
Dista bergegas ke kamarnya. Tak lama kemudian, tokoh masyarakat setempat memimpin doa atas keselamatan Dista. Ujung nasi tumpeng dipotong oleh sang ibu. Kemudian diberikan kepada Dista. Mereka pun langsung makan bersama, sambil mendengarkan Dista menceritakan pengalamannya di Wuhan maupun saat diobservasi selama 14 hari di Natuna, Kepulauan Riau. Untuk warga negara Indonesia yang masih skeptis terhadap kami yang baru pulang dari Cina ini buktinya surat keterangan pemeriksaan langsung dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami WNI yang dievakuasi dari Wuhan dinyatakan sehat, tidak perlu skeptis tidak perlu takut. Indonesia akan selalu baik baik saja.
Kalau WNI nya, sebenarnya kami sudah mendapatkan peringatan dari KBRI dan pemerintah Cina. Kami baik baik saja, hanya saja kami di sana nggak bisa kemana mana. Cuma bisa di kamar. Paling Sabtu Minggu kami bisa ke luar untuk beli bahan pangan. Di Wuhan banyak kampus. Tapi kondisi tiap kampus berbeda. Ada yang kampusnya baik baik saja, ada yang kurang memadai. Makanan nggak datang ke kamar masing masing. Sementara oroses penyembuhan di Cina sebenarnya sudah baik. Apalagi baru bangun rumah sakit dengan waktu singkat. Untuk video video tersebut, saya ingin menyampaikan bahwa ada beberapa video tersebut yang hoax. Pertama, video tersebut diambil dari video kasus virus SARS pada tahun 2002 atau 2003 di Cina dan video epilepsi. Jadi sebenarnya ketika video itu disebar orang orang mengira orang itu terkena virus corona.
Karena corona itu dilihat tanda tandanya seperti penyakit biasa, flu, demam, batuk. Karenanya kita dianjurkan menggunakan masker. Kami berinisiatif, meluruskan video orang orang yang tiba tiba terjatuh itu. Lalu disangkutpautkan azab dan lainnya yang terjadi Cina. Padahal sebenarnya di Cina itu orang muslimnya banyak. Yang ibadah juga banyak.Bahkan ketika lockdowns kami yang muslim tidak bisa salat Jumat selama dua minggu. Jadi seolah olah WNI di sini mengaminkan hal itu padahal ada kami di sana.
Kami bentuk tim mahasiswa, dengan melakukan penyebaran informasi melalui PPIT (Perhimpunan Pelajara Indonesia Tiongkok). Share ke seluruh medsos untuk meluruskan informasi tersebut. Desember dan beritanya massif di bulan Januari. Saya sebenarnya masih sempat jalan jalan di Wuhan. Meskipun sudah banyak yang pakai masker. Kami baru tahu virus itu benar benar ada sehari sebelum lockdowns pada 23 Januari. Awalnya tidak, biasa saja, tenang. Sampai akhirnya tahu yang terkena corona 10.000 orang dan yang meninggal 200 orang baru was was. Tapi tidak ada keinginan pulang. Karena kami aman di mess dan saling menenangkan. Saya kabari ibu dan bilang saya baik baik saja supaya tenang.
Itu kan semua fasilitas transportasi mati, bandara mati, kereta cepat, kereta lambat, MRT, bus, dan ojek atau taksi online, saya was was. Karena menyangkut persediaan makanan di mess. Untung, sebelumnya saya sudah belanja makanan sebelum imlek. Karena biasa kalau imlek kan toko banyak tutup. Saya punya stok makanan satu hingga dua minggu. Makanan seperti biasanya. Ayam, sayur, dan lainnya. Tapi yang penting itu cabai. Saya sampai beli 3 kg. Baca jurnal, main game, ke kamar teman, main game lagi, nonton film. Di sini akses internet sangat bagus.
Sebenarnya pasar tersebut jauh dari mess saya. Saya tidak tahu karena belum pernah ke sana, sebenarnya seperti di sini saja. Ada yang makan makanan ekstrim seperti itu. Tidak banyak juga. Karena Wuhan itu kan kota. Di sana kami justru dibagikan masker gratis. Mau minta berapapun dikasih. Karena kalau kami harus ke luar mess, memakai masker hingga double empat. Bangun pagi, kami salat subuh. Senam pagi jam 6. Setelah itu sarapan, dan kegiatan bebas, seperti mandi atau mencuci. Jam 9 pagi periksa kesehatan. Jam 12 makan dan salat. Sampai sore kegiatan bebas, lalu olahraga sore. Makan malam habis magrib, setelah itu cek kesehatan lagi dan tidur.
Menyelesaikan skripsi, lulus di tahun in. Lanjut kuliah S2. Saya mau ambil beasiswa lagi untuk kuliah di luar negeri.