Sosok sastrawan legendaris, NH Dini, dijadikan Google Doodle di hari kabisat ini, 29 Februari, ada apa? Ketika membuka laman Google.com hari ini, Sabtu (29/2/2020), tampilan akan berbeda dari biasanya. Google menampilkan gambar sosok seorang wanita berkacamata yang sedang menulis di beberapa kertas berwarna warni.
Sosok yang dijadikan Doodle tersebut adalah sastrawan dan novelis Indonesia, NH Dini. Wanita bernama asli Nurhayati Sri Hardinia Siti Nukatin ini adalah seorang novelis yang lahir di Semarang. Novel novelnya yang terkenal antara lain Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Kuncup Berseri, Padang Ilalang di Belakang Rumah dan lain sebagainya.
Huruf "O" pada Google Doodle NH Dini pun seakan menggambarkan jendela di dalam sebuah kapal, seperti mewakili salah satu novel karyanya, Pada Sebuah Kapal. Berikut ini 5 fakta mengenai sosok penulis legendaris NH Dini yang dihimpun dari berbagai sumber. Disalin dari laman Wikipedia.org, NH Dini dilahirkan dari pasangan RM Saljowidjojo, seorang pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api dan Kusaminah.
Ia anak bungsu dari 5 bersaudara. Ditilik dari silsilah keluarganya, ia masih memiliki darah Bugis. Ulang tahun NH Dini dirayakan empat tahun sekali karena ia lahir pada hari kabisat.
NH Dini lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 29 Februari 1936. Dini sudah tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya.
Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Pada saat itu, NH Dini sudah mulai mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerpennya. Ia menulis sajak dan prosa berirama ketika usianya masih 15 tahun.
Saat itu, Dini juga membacakan karyanya di RRI Semarang. NH Dini kemudian mulai rajin mengirim sajak sajak ke siaran nasional di RRI Semarang dalam acara Tunas Mekar. NH Dini dikenal sebagai sastrawan feminis.
Hal tersebut tergambar dari karya karyanya, salah satunya adalah "Pada Sebuah Kapal". Karakter yang digambarkan Dini merupakan manusia yang independen, menolak tunduk, dan sering kali keras kepala. Tokoh Sri di novel "Pada Sebuah Kapal", contohnya, adalah sosok perempuan rapuh.
Namun, kemudian ia berubah pikiran bahwa perempuan tak hanya menjadi istri yang mengurus suami dan anak, melainkan bisa lebih daripada itu. Dini menikah dengan seorang diplomat Prancis, Yves Coffin, pada tahun1960. Ia kemudian berpindah dari satu negara ke negara lain mengikuti karir sang suami.
Pada tahun 1984, Dini bercerai dengan suaminya tersebut. Dari pernikahannya dengan Yves Coffin, Dini dikaruniai dua orang anak. Mereka adalah Marie Claire Lintang Coffin dan Pierre Louis Padang Coffin.
Pierre Louis Padang Coffin diketahui merupakan seorang kreator karakter Minions pada film Despicable Me. Pierre juga menyelipkan beberapa memorinya tentang Indonesia di dalam film filmnya. Satu contoh yang paling terkenal adalah ucapan "terima kasih" yang diucapkan salah satu Minions.
Dini mendirikan Pondok Baca di Sekayu, Semarang, pada tahun 1986 setelah bercerai. Pondok baca tersebut dinamai "Pondok Baca NH Dini". Berbagai penghargaan pun ia dapatkan, seperti South East Asia Writer Award dari Thailand dan Duta Pengetahuan dari National Geographic.
Namun, Dini sempat mengungkapkan bahwa dirinya lebih memilih uang daripada penghargaan. Biaya pengobatan penyakit yang dideritanya menjadi salah satu alasan yang paling krusial. Dini menghabiskan masa tuanya di panti wreda karena tak mau merepotkan keluarganya.
Banyaknya penghargaan atas karya karyanya tak membuat hidup NH Dini menjadi makmur. Ia sempat menjual barang barang yang dimilikinya termasuk piala dan sertifikat penghargaan untuk biaya berobat. Hal ini lantas menjadi perhatian dan sempat membuat para pegiat sastra melakukan penggalangan dana.
Bersama Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, beberapa relawan melakukan pelelangan lukisan NH Dini. NH Dini meninggal dunia tanggal 4 Desember 2018 pada usia 82 tahun di Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang. Ia meninggal setelah mengalami kecelakaan saat melintas di jalan tol Tembalang, Semarang.
Jenazahnya kemudian dikremasi di Ambarawa pada 5 Desember 2018.