Keputusan menyelenggarakan Pilkada di tengah wabah virus corona atau Covid 19 yang belum sepenuhnya beres disebut bakal memunculkan hujan kritik kepada penyelenggara Pemilu. Alasannya dalam situasi normal saja penyelenggara Pemilu kerap dikritik dengan sistem dan tahapan kepemiluan, apalagi jika kondisinya tidak normal. Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari dalam diskusi virtual bersama sejumlah pemerhati Pemilu, Rabu (27/5/2020).
"Coba bayangkan, kita punya banyak kritik penyelenggaraan Pemilukada saat normal. Hari ini proses penyelenggaraan Pemilukada di tengah new normal yang artinya tidak normal," kata Feri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020, ditetapkan secara resmi waktu pemungutan suara akan digelar 9 Desember 2020. Jika pemerintah tetap menggelar pemungutan suara Pilkada pada 9 Desember, artinya tahapan dan proses menuju pemungutan suara sudah harus dimulai bulan depan, alias Juni 2020.
Menurutnya dengan kondisi wilayah Indonesia yang masih dilanda virus corona, sulit membayangkan bagaimana proses penyelenggaraaannya. Mengingat, beberapa tahapan harus dilakukan secara tatap muka, baik dari pihak penyelenggara, pemilih maupun pesertanya. Misalnya dalam tahapan kampanye, dimana untuk kondisi normal dilakukan dengan cara pertemuan, dan melibatkan kerumunan.
"Saya tidak bisa membayangkan bagaiman proses penyelenggaraan Pemilukada di tengah new normal," ucapnya. Atas dasar itu, Feri bersama pemerhati Pemilu lainnya mendorong pelaksanaan Pilkada digelar tahun 2021. Mereka juga membuat petisi di situs change.org terhadap tuntutan tersebut. Alasannya karena kesehatan dan keselamatan publik harus dinomor satukan ketimbang hajatan politik.
Hingga pukul 17.56 WIB, petisi tersebut telah ditandatangani 758 orang. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyarankan agar pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 tetap digelar 9 Desember 2020 dengan protokol kesehatan yang ketat. Hal itu sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Demikian disampaikannya dalam rapat kerja virtual dengan Komisi II DPR, Rabu (27/5/2020). "Di Pilkada kami kira belajar dari pengalaman lain dan kemudian bagaimana disiasati, kami kira Pilkada 9 Desember, kami sarankan tetap dilaksanakan. Namun protokol kesehatan betul betul kita koordinasi dan komunikasikan," kata Tito. Kemendagri, kata Tito, telah berkomunikasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 dan Kemenkes terkait pelaksanaan Pilkada.
Menurut Tito, keduanya sepakat Pilkada diadakan Desember 2020 karena diprediksi virus corona belum usai pada 2021. "Kami sudah mengkomunikasikan ke Kemenkes maupun Gugus Tugas. Kemenkes, Gugus Tugas prinsipnya mereka melihat trennya belum selesai di 2021, maka mereka mendukung dilaksanakan 9 Desember," ucapnya. Tito menambahkan awalnya pemerintah memiliki skenario untuk menggelar Pilkada di tahun 2021.
Namun, penanganan virus corona kemungkinan belum selesai hingga akhir tahun 2020 karena vaksin diprediksi baru selesai tahun 2021. "Kita waktu itu skenarionya 2021 itu aman. Sehingga ada keinginan untuk menggeser, kita cari aman 2021. Tapi kita lihat tren dunia semua yang sudah melakukan uji coba trial untuk vaksin segala macam termasuk Indonesia hampir semua mengatakan paling cepat pertengahan 2021 baru ditemukan," ujarnya. Lembaga Survei Roda Tiga Konsultan merilis hasil survei tentang rencana Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
Menurut hasil survei yang dilakukan melalui by phone terhadap 1.200 responden pada 7 17 Mei 2020 menunjukan, 51,2 persen responden menganggap perlu diundur waktunya. Kemudian, 29.5 persen responden yang menganggap waktunya sudah tepat. Survei ini margin of errornya 2,89 persen dan confidence level pada 95 persen.
Lalu, sebanyak 19,3 persen responden tidak tahu atau tidak menjawab. Sebagai informasi, metode survei telepon dipilih karena merupakan cara yang paling memungkinkan untuk dilakukan di tengah kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan mempertimbangkan aspek metodologis secara seksama. Pemilihan responden survei ini berdasarkan bank data nomor kontak responden yang pernah diwawancarai dalam survei survei sebelumnya, yaitu sejumlah 10.456 data.
Bank data ini merupakan hasil dari stratified random sampling pada survei skala nasional maupun Provinsi dan Kabupaten/kota yang telah dilakukan oleh Roda Tiga Konsultan sebelumnya.