Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih memberikan tanggapan soal kalung aromaterapi eucalyptus yang diklaim bisa menjadi antivirus corona. Kalung eucalyptus belakangan ini tengah ramai diperbincangkan. Kalung itu disebut Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai antivirus corona.
Kementan rencananya ingin memproduksi secara massal kalung tersebut. Hal ini pun menuai beragam reaksi publik. Banyak yang mempertanyakan mengenai benar tidaknya kalung tersebut bisa menjadi antivirus corona.
Mengenai kehebohan kalung ini, IDI pun angkat bicara. Daeng M Faqih mempertanyakan terkait rencana Kementan. Menurut Daeng, seharusnya ada penelitian yang membuktikan bahwa kalung aromaterapi itu memang bisa berfungsi sebagai antivirus.
Sehingga sebelum diproduksi massal, sudahada hasil penelitiannya. "Semestinya ada hasil penelitian yang dapat membuktikan atau meyakinkan bahwa kalung tersebut berkhasiat sebagai antivirus," kata Daeng kepada Kompas.com, Sabtu (4/7/2020). Diberitakan sebelumnya, Kementan membuat kalung yang mengandung bahan eucalyptus dan diklaim sebagai antivirus corona.
Kalung tersebut rencananya akan di produksi secara massal bulan depan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementan Dr. Ir. Fadjry Djufry mengatakan, kalung antivirus corona merupakan produk eucalyptus yang dibuat dengan teknologi nano yang juga telah di launching pada Mei 2020. “Produk yang kemarin bulan Mei sudah di launching ,” ujar Fadjry, saat dihubungi Kompas.com Sabtu (4/7/2020).
Sementara, proses izin untuk produk eucalytus dalam bentuk kalung ini masih diproses. Adapun, produk produk lainnya sudah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “Izin edar roll on dan inhaler dari BPOM sudah keluar.
Sekarang lagi di produksi oleh PT Eagle Indhoparma, sedang kalung aroma terapi masih berproses,” jelas dia Ia menyebutkan roll on dan inhaler eucalyptus produksi Kementan akan tersedia pada akhir Juli di seluruh Indonesia. Mengenai berbagai pandangan dan komentar terhadap produk ini, Fadjry mengatakan, hal itu diserahkan kepada preferensi masing masing.
“Isi kalung itu sama dengan yang ada di roll on dengan teknologi nano,” jelas dia. Ia menekankan, meski nantinya menggunakan kalung antivirus ini, masyarakat diharapkan tetap patuh terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid 19. “Tetap harus pakai masker dan menjalankan protokoler Covid 19,” kata Fadjry.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KementanDr. Ir. Fadjry Djufry mengatakan,kalung antivirus coronamerupakan produk eucalyptus yang dibuat dengan teknologi nano yang juga telah di launching pada Mei 2020. “Produk yang kemarin bulan Mei sudah di launching ,” ujar Fadjry, saat dihubungi Kompas.com Sabtu (4/7/2020). Sementara, proses izin untuk produk eucalytus dalam bentuk kalung ini masih diproses.
Adapun, produk produk lainnya sudah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “Izin edar roll on dan inhaler dari BPOM sudah keluar. Sekarang lagi di produksi oleh PT Eagle Indhoparma, sedang kalung aroma terapi masih berproses,” jelas dia
Ia menyebutkan roll on dan inhaler eucalyptus produksi Kementan akantersedia pada akhir Juli di seluruh Indonesia. Mengenai berbagai pandangan dan komentar terhadap produk ini, Fadjry mengatakan, hal itu diserahkan kepada preferensi masing masing. “Isi kalung itu sama dengan yang ada di roll on dengan teknologi nano,” jelas dia.
Ia menekankan, meski nantinya menggunakan kalung antivirus ini, masyarakat diharapkan tetap patuh terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid 19. “Tetap harus pakai masker dan menjalankan protokoler Covid 19,” kata Fadjry. Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com , 10 Mei 2020, Kementerian Pertanian me launching produk yang diklaim sebagai antivirus corona berbasis eucalyptus pada Jumat (8/5/2020).
Fadjry saat itu mengatakan, uji potensi eucalyptus oil sebagai antivirus telah dilakukan dengan tahapan telusur ilmiah serta uji invitro. Balitbangtan melalui Balai Besar Penelitian Veteiner, Balai Tanaman Rempah dan Obat serta Balai Besar Pasca Panen telah menguji beberapa tanaman herbal termasuk eucalyptus terhadap virus Gammacorona dan Beta coronavirus Clade 2a sebagai model dari virus corona. Hasilnya, eucalyptus menunjukkan memiliki kemampuan antivirus 80 100 persen tergantung jenis virus, termasuk virus corona yang digunakan dalam pengujian, serta virus influenza H5N1.
Akan tetapi, pengujian belum menggunakan virus corona jenis baru penyebab Covid 19. “Belum digunakan virus Covid 19 yaitu SARS CoV 2 karena kami tidak punya virus tersebut,” ujar Fadjry saat dihubungi Kompas.com saat itu. Meski demikian, kata Fadjry, zat aktif dalam eucalyptus yakni 1,8 cineol (eucalyptol) dalam beberapa studi pengujian terbukti dapat terikat ada Mpro virus corona jenis apapun.
Mpro sendiri berperan dalam replikasi virus, dan inilah yang ditarget supaya replikasi terhambat. “Mpro ini memiliki spesifisitas substrat yang conserved di antara virus corona. Sehingga desain inhibitor spektrum luas yang menghambat semua main ptotease coronavirus layak digunakan untuk semua Coronavirus termasuk SARS CoV 2 ini,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementan Indi Dharmayanti mengatakan, produk produk eucalyptus dari Kementaan masih butuh prosedur sangat panjang untuk diklaim sebagai obat. “Kalau kita mengklaim suatu obat tentu perlu prosedur sangat panjang ada uji preklinis yang harus dilalui ada uji klinis klinis yang dilalui klinis 1, klinis 2 dan sebagainya sebelum dia bisa diklaim sebagai obat. Nah, ini kita masih uji invitro,” ujar dia seperti dikutip dari wawancara dengan Kompas TV , yang ditayangkan pada 21 Mei 2020.
Secara informal, kata Indi, Badan Litbang Pertanian meminta testimoni penggunaan produk kepada kolega yang mengalami Covid 19, bahkan mereka yang sudah memerlukan bantuan oksigen. Hasilnya, dari testimoni itu, Indi mengatakan, ada yang mengaku merasa nyaman pada pernapasan dan saat ini telah sembuh. “Masih informal, nanti pastinya perlu uji uji lebih lanjut ke tahap meyakinkan bahwa ini bisa mengurangi paparan virus,” jelas dia.
“Kami belum bisa mengklaim bahwa ini anticovid. Belum, tapi dari segi mekanisme kita harap ini berpotensi meng inaktifkan Covid 19,” kata Indi.